oleh

Mengenal Sosok Raja Ali Haji, Pria Keturunan Bugis-Melayu yang Dipasang Google Doodle Hari Ini

Google Doodle menampilkan Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad, Sabtu (5/11/2022). Potret pria keturunan Bugis dan Melayu ini mengenakan peci dan kacamata dalam sebuah halaman buku serta pena bulu.

Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad merupakan ulama, pujangga abad ke-19 dan tokoh yang memprakarsai penyusunan dasar-dasar tata bahasa Melayu.

Google Doodle mempersembahkan sosoknya dalam balutan gambar yang sesuai dengan sepak terjangnya untuk mengenang Raja Ali Haji.

Raja Ali Haji lahir di Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau pada 1808 silam. Ia terkenal dengan karya sajak Gurindam Dua Belas pada 1847.

Lahir dari pasangan Raja Ahmad dan Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor, Raja Ali Haji mendapat pendidikan pertama di lingkungan istana Kesultanan Riau-Lingga.

Ia merupakan keturunan bangsawan dan cucu dari Raja Ali Haji Fisabilillah, salah satu pejuang asal Bugis. Pada 1822, ia ikut ayahnya dan rombongannya ke Betawi, saat itulah Raja Ali Haji mendapatkan pendidikan di luar lingkungan istana.

Ia lalu terkenal sebagai orang pertama yang mencatat dasar-dasar tata bahasa Melayu melalui buku Pedoman Bahasa. Dari sana, bahasa Melayu kemudian menjadi cikal bakal bahasa Indonesia melalui Kongres Pemuda Indonesia pada 28 Oktober 1928.

Memasuki usia 20 tahun, ia semakin aktif di dunia sastra dan politik. Akhirnya mendapat kepercayaan untuk melaksanakan tugas kenegaraan penting.

Saat menginjak usia 32 tahun, ia dan sepupunya bernama Raja Ali bin Raja Ja’far ditunjuk untuk memerintah di daerah Lingga. Raja Ali sebagai sastrawan telah banyak menghasilkan mahakarya.

Ia juga membuat sebuah buku bertajuk Kitab Pengetahuan Bahasa. Buku ini berisi tentang kamus Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga, kamus ekabahasa Melayu pertama di Nusantara.

Pahlawan Nasional

Laman Kemendikbud melansir, karya Gurindam Dua Belas terdiri dari 12 pasal berisi nasihat atau petunjuk hidup. Nasihat tersebut antara lain terkait ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orangtua, tugas orangtua kepada anak, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat.

Pembuatan karya sastra ini atas latar belakang konflik internal kerajaan dan tekanan penjajah pada Kesultanan Riau-Lingga. Tujuannya, agar nilai-nilai keislaman tidak terkikis oleh konflik internal dan eksternal yang terjadi pada masyarakat Melayu saat itu.

Pihak Belanda lalu menerbitkan Gurindam Dua Belas pada 1953.

Ia tutup usia pada 1873 di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Jenazahnya kemudian disemayamkan di Kompleks Pemakaman Engku Putri Raja Hamidah.

Guna mengenang karya sastranya, Gurindam Dua Belas diabadikan sepanjang dinding bangunan makamnya.

Selain Gurindam Dua Belas, ia menghasilkan karya tersohor lain. Antara lain Bustan al-Kathibin (1857) Kitab Pengetahuan Bahasa (1850-an) Intizam Waza’if al-Malik (1857) Thamarat al-Mahammah (1857).

Sebagai penghargaan atas jasanya, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada 5 November 2004.


sumber: onekliknews.com

Share :

Komentar

Tinggalkan Balasan